Pengertian
Plasenta Previa
Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh ostium uteri internum (TM. Hanafiah dalam Anik, 2009).
Plasenta previa adalah plasenta yang tertanam pada
segmen bawah uterus dan terletak didaerah atau didekat ostium internum servik.
Disini plasenta berada di depan bagian terendah janin (Harry, 2010).
Jenis-jenis
Plasenta Previa
a. Menurut de Snoo, berasarkan pembukaan 4-5 cm
1. Plasenta
previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi
seluruh ostea.
2. Plasenta
previa lateralis, bilamana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh
plasenta. Plasenta previa lateralis di bagi menjadi :
1. Plasenta
previa lateralis posterior bila sebagian menutupi ostea (jalan lahir) bagian
belakang.
2. Plasenta
previa lateralis anterior bila sebagian menutupi ostea (jalan lahir) bagian
depan.
3. Plasenta
previa marginalis bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea (jalan lahir)
yang ditutupi oleh plsenta.
b. Menurut
penulis buku-buku Amerika Serikat
1.Plasenta
previa totalis bila seluruh ostea (jalan lahir) tertutup oleh plasenta.
2.Plasenta
previa partialis apabila hanya sebagian ostea (jalan lahir) tertutup oleh
plasenta.
3.Plasenta
previa marginalis apabila pinggir bawah plasenta sampai pada pinggir bawah
osteum uteri internum.
4.Plasenta
letak rendah bila pinggir plasenta berada 3-4 cm diatas pingir pembukaan. Pada
periksa dalam tidak teraba
Faktor-faktor Resiko Penyebab Plasenta Previa
a. Usia
Usia
adalah satuan waktu
yang mengukur waktu keberadaan suatu benda
atau makhluk,
baik yang hidup
maupun yang mati.
Semisal, umur manusia
dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir
hingga waktu umur itu dihitung (http//Wikipedia.Com)
Resiko tinggi/komplikasi kebidanan pada kehamilan
merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan
kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Faktor resiko ibu hamil yaitu pada
primigravida yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun (Niken,
2009)
Faktor-faktor risiko yang sangat sederhana yang juga
perlu mendapatkan perhatian yang tercantum di Kartu Menuju Sehat (KMS) salah
satunya adalah umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Faktor
yang meningkatkan kejadian plasenta previa yaitu umur penderita karena jika
umur muda endometrium masih belum dam jika umur di atas 35 tahun endometrium tumbuh
kurang subur (Manuaba, 2010).
Diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19
tahun, hanya 1 dari 1500 wanita yang mengalami plasenta previa. Pada wanita
> 35 tahun, 1 dari 100 wanita hamil akan mengalami plasenta previa (Anik dan
Yulianingsih, 2009).
Resiko kejadian plasenta previa berhubungan dengan
usia adalah usia 12-19 tahun, usia 20-29 tahun, usia 30-39 tahun, usia diatas
40 tahun. Bahaya pada ibu dengan plasenta previa jika terjadi : perdarahan yang
hebat, infeksi sepsis, emboli udara. Sementara bahaya untuk anak antara lain hipoksia,
perdarahan dan shock (Ai Yeyeh, 2010).
Menurut Kloosterman (1973) frekwensi plasenta previa
pada primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih
sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun, pada
grandemultipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering
dibandingkan dengan grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun (Sarwono,
2007).
b. Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang pernah dilahirkan
ibu. Primigravida adalah ibu yang hamil untuk pertama kalinya. Primigravida tua
adalah wanita yang pertama kali hamil sedangkan umurnya sudah melebihi 35
tahun, wanita yang pertama kali hamil setelah bertahun-tahun menikah (5 tahun
atau lebih). Primi muda adalah primi gravida yang pertama kali hamil pada umur
yang muda yaitu pada umur di bawah 16 tahun. Primipara adalah seorang wanita
yang pernah melahirkan bayi yang viebel untuk pertama kali. Multipara adalah
seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang viebel untuk beberapa kali atau
ibu yang telah melahirkan dua anak atau lebih (Anik, 2009).
Kejadian plasenta lebih sering terdapat pada
multigravida dari pada primigravida dari umur yang lanjut, sebab dari plasenta
previa terjadi jika endometrium kurang baik misalnya karena atrofi endometrium.
Bisa juga plasenta disebabkan karena implantasi yang rendah. Plasenta previa
terjadi pada 1 dari 1500 wanita yang baru pertama kali hamil. Pada wanita yang
telah 5 kali hamil atau lebih, maka resiko terjadinya plasenta previa adalah 1
diantara 20 kehamilan (Anik dkk, 2009).
c. Riwayat Bedah Sesar atau SC (Sectio Caesarea)
Seksio
sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim (Arif, 2000).
Cacat rahim misalnya riwayat bedah sesar, kerokan, miomektomi
dan sebagainya berperan dalam proses peradanagn dan kejadian atrofi di
endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya
plasenta previa. Cacat bedah sesar menaikkan insiden dua sampai tiga kali.
Pada ibu atau wanita yang pernah menjalani operasi
sesar sebelumnya dapat menyebabkan cacat atau jaringan parut pada endometrium,
maka sekitar 4 dari 100 wanita tersebut akan mengalami plasenta previa. Resiko
akan meningkat setelah mengalami 4 kali atau lebih operasi sesar. (pada ibu
atau wanita yang pernah mengalami 4 kali atau lebih menjalani operasi sesar,
maka 1 dari 10 ibu atau wanita tersebut mengalami plasenta previa (Anik dan
Yulianingsih, 2009).
d.
Riwayat Aborsi
Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi dari uterus
sebelum janin viebel, atau
penghentian dini suatu proses alami atau penyakit (Anik, 2009).
Aborsi dalam bahasa latin disebut abortus atau dalam
bahasa Indonesia disebut gugur kandung merupakan berhentinya kehamilan sebelum
usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Ada beberapa risiko
kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi yaitu risiko kesehatan dan
keselamatan fisik seperti kelainan pada plasenta/ari-ari (plasenta previa) yang
akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan perdarahan hebat pada saat
kehamilan berikutnya dan risiko gangguan psikologis seperti Post Abortion Syndrome (Sindrom Paska
Aborsi) atau (PAS) (Itha, 2009).
Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus,
seperti dilatase dan kuretase atau aborsi medisinalis merupkan faktor resiko
terjadinya plasenta previa. . Dampak dari kuretase akan menyebabkan perforasi
pada dinding uterus yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehamilan berikutnya
(Anik dan Yulianingsih, 2009).
e. Kehamilan ganda
kehamilan kembar adalah
kehamilan dengan dua janin atau lebih (Anik, 2009). Kehamilan kembar dapat
memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap bayi dan ibu. Kemungkinan penyulit
kehamilan kembar diantaranya penyulit pada ibu yaitu anemia,
pre-eklamsia/eklamsia, persalinan premature, perjalanan persalinan lebih lama,
atonia uteri dan penyulit pada janin yaitu hidramnion, kelainan posisi janin,
kelainan kongenital, plasenta previa, solusio plasenta, angka kesakitan dan
kematian tinggi (Manuaba, 1998).
Kehamilan lebih dari satu seperti kembar dua atau kembar
tiga dengan plasenta besar (Anik dan Yulianingsih, 2009). Plasenta yang terlalu
besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis dapat
menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Sarwono, 2010).
f. Perokok
Merokok sigaret menyebabkan menurunnya kadar oksigen
yang beredar dalam tubuh, sehingga merangsang pertumbuhan plasenta yang besar.
Plasenta yang besar dihubungkan dengan perkembangan plasenta previa (Anik dan
Yulianingsih, 2009)
Perubahan inflamasi atau atrofi, musalnya pada
wanita perokok atau pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon
monoksida akan dikompensasi dengan hipertriofi plasenta. Hal ini terjadi
terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang rokok sehari) (Sulaiman,
2005)
Asap rokok mengandung sejumlah teratogen potensial
termasuk nikotin, kontinin, sianida, tiosianat, karbon monoksida, Kadmium,
timbale dan berbagai hidrokarbon. Selain bersifat vasoaktif/mengurangi kadar O2.
Merokok dapat menimbulkan efek pada pertumbuhan janin. Merokok juga
menyebabkan peningkatan insiden subinfertilitas, abortus spontan, plasenta
previa dan solusio plasenta serta kelahiran preterm (Werley, 1997 dalam Gary).
Patofisiologi Plasenta Previa
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi
sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai
melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada trimester ketiga karena segmen
bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan
pembukaan servik menyebabkan sinus uterus robek lepasnya plasenta dari dinding
uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tak dapat
dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi seperti plasenta letak normal (Mansjoer, 2006).
Diagnosis
a. Anamnesa
Riwayat perdarahan, darah warna merah segar, tanpa
rasa nyeri, tanpa sebab, terutama pada multigraviada pda kehamilan setelah 22
minggu.
b. Pemeriksaan fisik
keadaan umum atau tamda-tanda vital ibu mungkin
dapat baik sampai buruk, tergantung pada beratnya perdarahan
c. Pemeriksaan obstetrik :
1.Pemeriksaan
luar
Bagian terbawah
janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala. Biasanya
kepala masih terapung di atas pintu atas, mengelok kesamping dan sukar didorong
ke pintu atas panggul. Ada kelainan letak.
2.Pemeriksaan
inspekulo
Tujuannya adalah
untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau
dari kelainan servik dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari osteum uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
d.
Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung
Dapat dilakukan
dengan radiografi, radioisotop dan ultrasonografi (USG). Akan tetapi pada
pemeriksaan dalam dengan radiografi dan radioisotop, pada ibu dan janin
dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan
pemeriksaan dengan ultrasonografi tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa
nyeri, sehingga cara ini dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta.
e. Penentuan Letak Plasenta
Pemeriksaan dengan menentukan letak
plasenta secara langsung baru dikerjakan bila fasilitas lain tidak ada dan
tidak dilakukan dalam keadaan siap operasi, maka disebut Pemeriksaan Dalam
diatas Meja Operasi (PDMO) yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui
pembukaan servik pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia
berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya untuk menetukan diagnosis.
(Saefuddin, 2001).
Pemeriksaan ini sangat berbahaya
Karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Pemeriksaan dilakukan sebagai
berikut ;
1. Perabaan
forniks, mulai dari forniks posterior apa ada teraba tahanan lunak (bantalan)
antara bagian terdepan janin dan jari pemeriksa.
2. Pemeriksaan
melalui kanalis servikalis,caranya jari pemeriksa dimasukkan hati-hati kedalam
osteum uteri internum untuk meraba adanya jaringan plasenta.
Penatalaksanaan
Prinsip dasar penanganan yaitu pada setiap ibu
dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim kerumah sakit yang memiliki fasilitas
melakukan tranfusi darah dan oprasi.
a). Penanganan pasif :
Penanganan pasif ini sangat sederhana, akan tetapi
dalam kenyataannya, kalau dilakukan secara konsekuen, menurut fasilitas sejak
perdarahan pertama sampai pemeriksaan menunjukkan tidak adanya plasenta previa
atau sampai bersalin. Tranfusi darah dan oprasi harus dapat dilakukan setiap
saat apabila diperlukan. Anemia harus segera diatasi meningkat kemungkinan
perdarahan berikutnya, apabila penilaian baik perdarahan sedikit, janin masih hidup,
belum inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat badan janin kurang
dari 2500 gram, maka kehamilan dapat dipertahankan dengan istirahat juga
pemberian obat-obatan seperti spasmilitika, progestin, atau progesterone,
observasi dengan teliti, periksa golongan darah. Bila memungkinkan kehamilan
dipertahankan hingga aterm supaya janin terhindar dari prematuritas
(Winjonsastro, 1999).
b). Cara persalinan
Faktor yang menentukan sikap atau tindakan
persalinan apa yang akan dipilih, tergantung jenis plasenta previa, perdarahan
banyak atau sedikit tetapi berulang-ulang, keadaan umum ibu hamil, keadaan
janin : hidup, gawat, dan meninggal, pembukaan jalan lahir, paritas, fasilitas
penolong dan RS.
Setelah melihat faktor-faktor diatas, ada 2 jenis persalinan
untuk plasenta previa yaitu : persalina pervaginam danpersalinan perabdominal.
Pada persalinan pervaginam dapat dilakukan dengan
langkah-langkah :
1) Amniotomi
Dengan indikasi plasenta previa lateralis atau
marginalis (letak rendah), bila telah ada pembukaan 4 cm, pada primigravida
dengan plasenta previa lateralis atau marginalis (letak rendah) dengan
pembukaan 4cm atau lebih dan pada multigravida dengan plasenta previa
marginalis (letak rendah), plasenta previa lateralis atau marginalis pada
pembukaan lebih dari 5 cm, pada plasenta previa lateralis atau marginalis
dengan janin sudah meninggal.
2) Adapun keuntungan dari
dilakukannya amniotomi adalah agar bagian terbawah janin yang berfungsi sebagai
tampon, akan menekan plasenta yang berdarah, dan perdarahan yang akan berkurang
atau berhenti, partus akan berlangsung lebih cepat, bagian plasenta yang
berdarah dapat bebas mengikutu cincin, gerakan dan regangan segmen bawah rahim,
sehingga tidak lagi plasenta yang lepas.
3) Namun apabila amniotomi tidak
berhasil menghentikan perdarahan, maka dilakukan Cunam Willet Gausz versi
Brakton-Hicks, yaitu dengan menembus plasenta.
4) Namun cara Cuman Willet dan
versi Brakton – Hicks ini sudah ditinggalkan dalam dunia kebidanan modern, akan
tetapi kedua cara ini masih mempunyai tempat tertentu seperti dalam keadaan
darurat sebagai pertolongan pertama untuk mengatasi perdarahan banyak, atau
apabiala SC tidak mungkin dilakukan pada RS yang fasilitasnya terbatas.
5) Selain persalinan secara
pervagiam, dapat juga persalinan perabdominal secara SC. Persalinan dengan SC
ini dilakukan dengan indikasi ; semua plasenta totalis, janin hidup atau
meninggal, semua plasenta lateralis posterior, karena perdarahan yang sulit di
kontrol dan banyak, pada primigravida dengan plasenta previa lateralis, juga
dengan perdarahan banyak, dan cenderung berulang .
6) Tujuan dilakukan SC ini yaitu
untuk mempercepat mengangkat dan menghentikan sumber perdarahan, dan agar dapat
memberikan kesempatan kesempatan kepada uterus , yang berkontraksi sehingga
perdarahan dapat berhenti dan untuk menghindarkan perlukaan servik dan segmen
bawah rahim yang rapuh apabila dilakukan persalinan pervaginam.
7) Pengaruh plasenta previa
terhadap janin :gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tertekan tali
pusat, depresi pernafasan karena obat-obatan anastesi/analgetik yang diberikan
kepada ibu, perdarahan intracranial dan kelainan bawaan.
Komplikasi
Plasenta previa dapat menyebabkan berbagai komplikasi,
baik bagi ibu maupun pada janin yang dikandungnya, yaitu :
a. Perdarahan
hebat dan syok sebelum atau selama persalinan, yang dapat mengancam kehidupan
ibu dan janinnya.
b. Persalinan
premature atau preterm (sebelum usia kehamilan 37 minggu) yang mana merupakan
resiko terbesar bagi janin.
c. Defect
persalinan
Defect
persalinan terjadi 2,5 kali lebih sering pada kehamilan yang dipengaruhi oleh
plasenta previa dari pada kehamilan yang tidak dipengaruhinya. Sampai saat ini
penyebabnya tidak diketahui.
d. Infeksi
e. Laserasi
serviks
f. Plasenta
akreta
g. Plasenta
tali pusat
h. Prolaps
tali pusat
Plasenta previa dapat menghambat perkembangan janin.
Meskipun beberapa penelitian sering menemukan masalah pertumbuhan janin pada
plasenta previa, beberapa penelitian lainnya tidak menemukan perbedaan antara
bayi-bayi pada kelainan ini dengan bayi-bayi dari kehamilan normal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar