Selasa, 31 Januari 2017

Pengertian Plasenta Previa
Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (TM. Hanafiah dalam Anik, 2009).
Plasenta previa adalah plasenta yang tertanam pada segmen bawah uterus dan terletak didaerah atau didekat ostium internum servik. Disini plasenta berada di depan bagian terendah janin (Harry, 2010).
 Jenis-jenis Plasenta Previa
a. Menurut de Snoo, berasarkan pembukaan 4-5 cm
1.   Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostea.
2.   Plasenta previa lateralis, bilamana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta. Plasenta previa lateralis di bagi menjadi :
1.      Plasenta previa lateralis posterior bila sebagian menutupi ostea (jalan lahir) bagian belakang.
2.      Plasenta previa lateralis anterior bila sebagian menutupi ostea (jalan lahir) bagian depan.
3.      Plasenta previa marginalis bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea (jalan lahir) yang ditutupi oleh plsenta.
b. Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat
1.Plasenta previa totalis bila seluruh ostea (jalan lahir) tertutup oleh plasenta.
2.Plasenta previa partialis apabila hanya sebagian ostea (jalan lahir) tertutup oleh plasenta.
3.Plasenta previa marginalis apabila pinggir bawah plasenta sampai pada pinggir bawah osteum uteri internum.
4.Plasenta letak rendah bila pinggir plasenta berada 3-4 cm diatas pingir pembukaan. Pada periksa dalam tidak teraba
 Faktor-faktor Resiko Penyebab Plasenta Previa
a. Usia
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (http//Wikipedia.Com)
Resiko tinggi/komplikasi kebidanan pada kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Faktor resiko ibu hamil yaitu pada primigravida yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun (Niken, 2009)
Faktor-faktor risiko yang sangat sederhana yang juga perlu mendapatkan perhatian yang tercantum di Kartu Menuju Sehat (KMS) salah satunya adalah umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Faktor yang meningkatkan kejadian plasenta previa yaitu umur penderita karena jika umur muda endometrium masih belum dam jika umur di atas 35 tahun endometrium tumbuh kurang subur (Manuaba, 2010).
Diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19 tahun, hanya 1 dari 1500 wanita yang mengalami plasenta previa. Pada wanita > 35 tahun, 1 dari 100 wanita hamil akan mengalami plasenta previa (Anik dan Yulianingsih, 2009).
Resiko kejadian plasenta previa berhubungan dengan usia adalah usia 12-19 tahun, usia 20-29 tahun, usia 30-39 tahun, usia diatas 40 tahun. Bahaya pada ibu dengan plasenta previa jika terjadi : perdarahan yang hebat, infeksi sepsis, emboli udara. Sementara bahaya untuk anak antara lain hipoksia, perdarahan dan shock (Ai Yeyeh, 2010).
Menurut Kloosterman (1973) frekwensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun, pada grandemultipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan dengan grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun (Sarwono, 2007).
b. Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang pernah dilahirkan ibu. Primigravida adalah ibu yang hamil untuk pertama kalinya. Primigravida tua adalah wanita yang pertama kali hamil sedangkan umurnya sudah melebihi 35 tahun, wanita yang pertama kali hamil setelah bertahun-tahun menikah (5 tahun atau lebih). Primi muda adalah primi gravida yang pertama kali hamil pada umur yang muda yaitu pada umur di bawah 16 tahun. Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang viebel untuk pertama kali. Multipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang viebel untuk beberapa kali atau ibu yang telah melahirkan dua anak atau lebih (Anik, 2009).
Kejadian plasenta lebih sering terdapat pada multigravida dari pada primigravida dari umur yang lanjut, sebab dari plasenta previa terjadi jika endometrium kurang baik misalnya karena atrofi endometrium. Bisa juga plasenta disebabkan karena implantasi yang rendah. Plasenta previa terjadi pada 1 dari 1500 wanita yang baru pertama kali hamil. Pada wanita yang telah 5 kali hamil atau lebih, maka resiko terjadinya plasenta previa adalah 1 diantara 20 kehamilan (Anik dkk, 2009).
c. Riwayat Bedah Sesar atau SC (Sectio Caesarea)
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Arif, 2000).
Cacat rahim misalnya riwayat bedah sesar, kerokan, miomektomi dan sebagainya berperan dalam proses peradanagn dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bedah sesar menaikkan insiden dua sampai tiga kali.
Pada ibu atau wanita yang pernah menjalani operasi sesar sebelumnya dapat menyebabkan cacat atau jaringan parut pada endometrium, maka sekitar 4 dari 100 wanita tersebut akan mengalami plasenta previa. Resiko akan meningkat setelah mengalami 4 kali atau lebih operasi sesar. (pada ibu atau wanita yang pernah mengalami 4 kali atau lebih menjalani operasi sesar, maka 1 dari 10 ibu atau wanita tersebut mengalami plasenta previa (Anik dan Yulianingsih, 2009).
d. Riwayat Aborsi
Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi dari uterus sebelum janin viebel, atau penghentian dini suatu proses alami atau penyakit (Anik, 2009).
Aborsi dalam bahasa latin disebut abortus atau dalam bahasa Indonesia disebut gugur kandung merupakan berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Ada beberapa risiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi yaitu risiko kesehatan dan keselamatan fisik seperti kelainan pada plasenta/ari-ari (plasenta previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan perdarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya dan risiko gangguan psikologis seperti Post Abortion Syndrome (Sindrom Paska Aborsi) atau (PAS) (Itha, 2009).
Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus, seperti dilatase dan kuretase atau aborsi medisinalis merupkan faktor resiko terjadinya plasenta previa. . Dampak dari kuretase akan menyebabkan perforasi pada dinding uterus yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehamilan berikutnya (Anik dan Yulianingsih, 2009).
e. Kehamilan ganda
kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih (Anik, 2009). Kehamilan kembar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap bayi dan ibu. Kemungkinan penyulit kehamilan kembar diantaranya penyulit pada ibu yaitu anemia, pre-eklamsia/eklamsia, persalinan premature, perjalanan persalinan lebih lama, atonia uteri dan penyulit pada janin yaitu hidramnion, kelainan posisi janin, kelainan kongenital, plasenta previa, solusio plasenta, angka kesakitan dan kematian tinggi (Manuaba, 1998).
Kehamilan lebih dari satu seperti kembar dua atau kembar tiga dengan plasenta besar (Anik dan Yulianingsih, 2009). Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis dapat menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Sarwono, 2010).
f. Perokok
Merokok sigaret menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang beredar dalam tubuh, sehingga merangsang pertumbuhan plasenta yang besar. Plasenta yang besar dihubungkan dengan perkembangan plasenta previa (Anik dan Yulianingsih, 2009) 
Perubahan inflamasi atau atrofi, musalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertriofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang rokok sehari) (Sulaiman, 2005)
Asap rokok mengandung sejumlah teratogen potensial termasuk nikotin, kontinin, sianida, tiosianat, karbon monoksida, Kadmium, timbale dan berbagai hidrokarbon. Selain bersifat vasoaktif/mengurangi kadar O2. Merokok dapat menimbulkan efek pada pertumbuhan janin. Merokok juga menyebabkan peningkatan insiden subinfertilitas, abortus spontan, plasenta previa dan solusio plasenta serta kelahiran preterm (Werley, 1997 dalam Gary).
 Patofisiologi Plasenta Previa
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada trimester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan servik menyebabkan sinus uterus robek lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti plasenta letak normal (Mansjoer, 2006).
 Diagnosis
a. Anamnesa
Riwayat perdarahan, darah warna merah segar, tanpa rasa nyeri, tanpa sebab, terutama pada multigraviada pda kehamilan setelah 22 minggu.
b. Pemeriksaan fisik
keadaan umum atau tamda-tanda vital ibu mungkin dapat baik sampai buruk, tergantung pada beratnya perdarahan
c. Pemeriksaan obstetrik :
1.Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala. Biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas, mengelok kesamping dan sukar didorong ke pintu atas panggul. Ada kelainan letak.
2.Pemeriksaan inspekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari kelainan servik dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
d. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotop dan ultrasonografi (USG). Akan tetapi pada pemeriksaan dalam dengan radiografi dan radioisotop, pada ibu dan janin dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan pemeriksaan dengan ultrasonografi tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri, sehingga cara ini dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta.
e. Penentuan Letak Plasenta
Pemeriksaan dengan menentukan letak plasenta secara langsung baru dikerjakan bila fasilitas lain tidak ada dan tidak dilakukan dalam keadaan siap operasi, maka disebut Pemeriksaan Dalam diatas Meja Operasi (PDMO) yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan servik pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya untuk menetukan diagnosis. (Saefuddin, 2001).
Pemeriksaan ini sangat berbahaya Karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut ;
1.   Perabaan forniks, mulai dari forniks posterior apa ada teraba tahanan lunak (bantalan) antara bagian terdepan janin dan jari pemeriksa.
2.   Pemeriksaan melalui kanalis servikalis,caranya jari pemeriksa dimasukkan hati-hati kedalam osteum uteri internum untuk meraba adanya jaringan plasenta.
Penatalaksanaan
Prinsip dasar penanganan yaitu pada setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim kerumah sakit yang memiliki fasilitas melakukan tranfusi darah dan oprasi.
a). Penanganan pasif :
Penanganan pasif ini sangat sederhana, akan tetapi dalam kenyataannya, kalau dilakukan secara konsekuen, menurut fasilitas sejak perdarahan pertama sampai pemeriksaan menunjukkan tidak adanya plasenta previa atau sampai bersalin. Tranfusi darah dan oprasi harus dapat dilakukan setiap saat apabila diperlukan. Anemia harus segera diatasi meningkat kemungkinan perdarahan berikutnya, apabila penilaian baik perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat badan janin kurang dari 2500 gram, maka kehamilan dapat dipertahankan dengan istirahat juga pemberian obat-obatan seperti spasmilitika, progestin, atau progesterone, observasi dengan teliti, periksa golongan darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan hingga aterm supaya janin terhindar dari prematuritas (Winjonsastro, 1999).
b). Cara persalinan
Faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan apa yang akan dipilih, tergantung jenis plasenta previa, perdarahan banyak atau sedikit tetapi berulang-ulang, keadaan umum ibu hamil, keadaan janin : hidup, gawat, dan meninggal, pembukaan jalan lahir, paritas, fasilitas penolong dan RS.
Setelah melihat faktor-faktor diatas, ada 2 jenis persalinan untuk plasenta previa yaitu : persalina pervaginam danpersalinan perabdominal.
Pada persalinan pervaginam dapat dilakukan dengan langkah-langkah :
1)      Amniotomi
Dengan indikasi plasenta previa lateralis atau marginalis (letak rendah), bila telah ada pembukaan 4 cm, pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis (letak rendah) dengan pembukaan 4cm atau lebih dan pada multigravida dengan plasenta previa marginalis (letak rendah), plasenta previa lateralis atau marginalis pada pembukaan lebih dari 5 cm, pada plasenta previa lateralis atau marginalis dengan janin sudah meninggal.
2) Adapun keuntungan dari dilakukannya amniotomi adalah agar bagian terbawah janin yang berfungsi sebagai tampon, akan menekan plasenta yang berdarah, dan perdarahan yang akan berkurang atau berhenti, partus akan berlangsung lebih cepat, bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikutu cincin, gerakan dan regangan segmen bawah rahim, sehingga tidak lagi plasenta yang lepas. 
3) Namun apabila amniotomi tidak berhasil menghentikan perdarahan, maka dilakukan Cunam Willet Gausz versi Brakton-Hicks, yaitu dengan menembus plasenta.
4) Namun cara Cuman Willet dan versi Brakton – Hicks ini sudah ditinggalkan dalam dunia kebidanan modern, akan tetapi kedua cara ini masih mempunyai tempat tertentu seperti dalam keadaan darurat sebagai pertolongan pertama untuk mengatasi perdarahan banyak, atau apabiala SC tidak mungkin dilakukan pada RS yang fasilitasnya terbatas.
5) Selain persalinan secara pervagiam, dapat juga persalinan perabdominal secara SC. Persalinan dengan SC ini dilakukan dengan indikasi ; semua plasenta totalis, janin hidup atau meninggal, semua plasenta lateralis posterior, karena perdarahan yang sulit di kontrol dan banyak, pada primigravida dengan plasenta previa lateralis, juga dengan perdarahan banyak, dan cenderung berulang .
6) Tujuan dilakukan SC ini yaitu untuk mempercepat mengangkat dan menghentikan sumber perdarahan, dan agar dapat memberikan kesempatan kesempatan kepada uterus , yang berkontraksi sehingga perdarahan dapat berhenti dan untuk menghindarkan perlukaan servik dan segmen bawah rahim yang rapuh apabila dilakukan persalinan pervaginam.
7) Pengaruh plasenta previa terhadap janin :gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tertekan tali pusat, depresi pernafasan karena obat-obatan anastesi/analgetik yang diberikan kepada ibu, perdarahan intracranial dan kelainan bawaan.
 Komplikasi
Plasenta previa dapat menyebabkan berbagai komplikasi, baik bagi ibu maupun pada janin yang dikandungnya, yaitu :
a.  Perdarahan hebat dan syok sebelum atau selama persalinan, yang dapat mengancam kehidupan ibu dan janinnya.
b.      Persalinan premature atau preterm (sebelum usia kehamilan 37 minggu) yang mana merupakan resiko terbesar bagi janin.
c.       Defect persalinan
Defect persalinan terjadi 2,5 kali lebih sering pada kehamilan yang dipengaruhi oleh plasenta previa dari pada kehamilan yang tidak dipengaruhinya. Sampai saat ini penyebabnya tidak diketahui.
d.      Infeksi
e.       Laserasi serviks
f.       Plasenta akreta
g.      Plasenta tali pusat
h.      Prolaps tali pusat
Plasenta previa dapat menghambat perkembangan janin. Meskipun beberapa penelitian sering menemukan masalah pertumbuhan janin pada plasenta previa, beberapa penelitian lainnya tidak menemukan perbedaan antara bayi-bayi pada kelainan ini dengan bayi-bayi dari kehamilan normal.



ABORTUS 
     
Abortus atau keguguran adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat bertahan hidup    yaitu sebelum kehamilan berusia 22 minggu atau berat janin belum mencapai 500 gram. Abortus biasanya ditandai dengan terjadinya perdarahan pada wanita yang sedang hamil (Rukiah, 2010)  
Keguguran atau abortus adalah dikeluarkanya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu. Kejadian abortus sulit diketahui, karna sebagian besar tidak dilaporkan dan banyak dilakukan atas permintaan (Manuaba, 2010).
  Etiologi
Menurut Sastrawinata, 2005 Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abortus didahului oleh kematian janin.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus yaitu :
a.       Fakor janin, kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus
adalah ganguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelaianan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:
1.         Kelainan telur, telur kosong ( blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelaianan kromosom (monosomi, tisomi, poliploidi)
2.         Embrio dengan kelainan lokal
3.         Kelainan pada plasenta, endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. (Sarwono, 2007)
b.        Penyakit ibu, Peyakit ibu  yang menyebabkan terjadinya abortus mendadak, seperti: pneumonia, tifus abdominalis, malaria, pielonefritis dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin sehingga menyebabkan kematiann janin, dan kemudian terjadilah abortus Anemia berat, keracunan, laparatomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun dapat menyebabkan terjadinya abortus. (Sarwono, 2007)
c.         Faktor Infeksi, infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (toksoplasma, rubella, cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intra uterin sering dihubungkan dengan abortus spontan berulang. (Rukiyah,  2010)
d.        Malnutrisi, umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang menyatakan bahwa defisiensi salah satu/semua nutrien dalam makanan merupakan suatu penyebab abortus yang penting.(Rukiah, 2010)
e.         Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda. Faktor-(Kenneth J.dkk, 2009)
 Patogenesis
Pada awal abortus, terjadi perdarahan desi dua basialis, diikuti nekrosis jaringan  sekitar yang menyebabkan hamil konsepsi (janin) terlepas dan diangap benda  asing dalam uterus, kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda  asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8- 14 minggu, villi korealis menembus desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna   sehingga banyak perdarahan pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketuban  pecah, janin yang telah mati akan di keluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong (bligted ovum /benda kecil yang tak jelas bentuknya) dan kemudian  plasenta (Maryunani Anik, 2009).

 Klasifikasi Abortus
Berdasarkan jenis tindakan, Abortus dapat dibedakan  menjadi 2 golongan yaitu:

a.        Abortus Spontan
Adalah Penghentian kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas (usia kehamilan 22 minggu) . (Prawirohardjo, 2002)
b.        Abortus Buatan
Abortus yang sengaja atau digugurkan baik dengan obat-obatan maupun alat-alat. Abortus dibagi menjadi 2 yaitu:
1.    Abortus provokatus medialis
Merupakan terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu hidup. indikasinya disebabkan oleh penyakit jantung dan penyakit hipertensi tahap lanjut.
2.    Abortus provokatus kriminalis
adalah interupsi kehamilan sebelum janin mampu hidup atas permintaan wanita yang bersangkutan tetapi bukan karna alasan penyakit janin atau gangguan kesehatan ibu.
    Macam –Macam abortus
Macam –macam abortus  yaitu :
a.         Abortus Iminem
Yaitu Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks (Sarwono, 2007).
b.      Abortus Insipien
Keguguran yang membakat ini tidak dapat dihentikan karena setiap saat dapat terjadi ancaman perdarahan dan pengeluaran hasil konsepsi (Manuaba, 2010).
c.         Abortus Inkomplit
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus (Rukiah, 2010).
d.        Abortus komplit
Seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan, sehingga tidak memerlukan tindakan (Manuaba, 2010)
e.         Abortus tertunda (missed abortion)
Abortus tertunda adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih (Sarwono, 2007).
f.         Abortus infeksius
Adanya abortus yang disertai infeksi genital dan abortus septik keadaan yang lebih parah.
g.        Abortus Habitualis (keguguran berulang)
Abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi sekurang- kurangnya 3 kali berturut-turut (Sulaiman, 2005).
h.        Unsafe Abortion
adalah upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksanaan tindakan tersebut tidak mempunyai cukup kehamilan dan prosedur standar yang aman sehingga membahayakan keselamatan jiwa pasien ( Rukiyah, 2010).
        Diagnosis
Abortus harus diduga bila seseorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh perdarahan dan tindakan klinik yang dapat dilakukan untuk mengetahui terjadinya abortus antara lain :
1.        Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu
2.        Pemeriksaan fisik yang terdiri dari keadaan umum tampak lemah, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat atau kecil, dan suhu badan normal atau meningkat (jika keadaan umum buruk, lakukan resusitasi dan stabilisasi)
3.        Adanya perdarahan pervaginam yang dapat disertai keluarnya jaringan janin, mual dan nyeri pingang akibat kontraksi uterus (rasa sakit atau keram perut diatas daerah sinopsis)
4.        Pemeriksaan ginekologi meliputi inspeksi vulva dengan melihat perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan janin, dan tercium / tidak bau busuk dari vulva inspekulo.
5.        Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, dan ada/tidak cairan atau jaringan busuk dari ostium.

6.        Pada periksa dalam, dengan melihat porsio masih terbuka atau sudah tertutup teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih dari usia kehamilan, tidak nyeri saat portio digoyang, tidak nyeri pada saat perabaan adneksa, dan kavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri. (Anik Maryunani, 2009)
  Penatalaksanaan
Menurut Maryuani anik, 2009 penatalaksaaan abortus sesuai jenis-jenisnya  yaitu :
Abortus Iminen :
Penatalaksanaan :
1.        Tirah baring
2.        Periksa tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan)
3.        Kolaborasi dalam pemberian sedativa (untuk mengurangi rasa sakit dan cemas), preparat hematimik (tablet Fe)
4. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C 
penatalaksanaan abortus yang tidak dapat di pertahankan :
Penatalaksanaan :
1.        Kolaborasi dengan dokter kebidanan sehingga pasien mendapat penanganan yang cepat dan tepat Pada kehamilan lebih dari 12 minggu,  bahaya pada perporasi.
2.        Pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infus oxitosin, biasanya penatalaksanaan yang dilakukan pada kehamilan kurang dari 12 minggu yang disertai perdarahan adalah pengeluaran janin atau pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam.
3.  Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, dilakukan pengeluaran plasenta secara manual